LTeori ledakan dahsyat dikembangkan berdasarkan pengamatan pada stuktur alam semesta beserta pertimbangan teoritisnya. Pada tahun 1912, Vesto Slipher adalah orang yang pertama mengukur efek Doppler pada "nebula spiral" (nebula spiral merupakan istilah lama untuk galaksi spiral), dan kemudian diketahui bahwa hampir semua nebula-nebula itu menjauhi bumi. Ia tidak berpikir lebih jauh lagi mengenai implikasi fakta ini, dan sebenarnya pada saat itu, terdapat kontroversi apakah nebula-nebula ini adalah "pulau semesta" yang berada di luar galaksi Bima Sakti.[14][15] Sepuluh tahun kemudian, Alexander Friedmann, seorang kosmologis dan matematikawan Rusia, menurunkan persamaan Friedmann dari persamaan relativitas umum Albert Einstein. Persamaan ini menunjukkan bahwa alam semesta mungkin mengembang dan berlawanan dengan model alam semesta yang statis seperti yang diadvokasikan oleh Einstein pada saat itu.[16] Pada tahun 1924, pengukuran Edwin Hubble akan jarak nebula spiral terdekat menunjukkan bahwa ia sebenarnya merupakan galaksi lain. Georges Lemaître kemudian secara independen menurunkan persamaan Friedmann pada tahun 1927 dan mengajukan bahwa resesi nebula yang disiratkan oleh persamaan tersebut diakibatkan oleh alam semesta yang mengembang.[17]
Pada tahun 1931 Lemaître lebih jauh lagi mengajukan bahwa pengembangan alam semesta seiring dengan berjalannya waktu memerlukan syarat bahwa alam semesta mengerut seiring berbaliknya waktu sampai pada suatu titik di mana seluruh massa alam semesta berpusat pada satu titik, yaitu "atom purba" di mana waktu dan ruang bermula.[18]
Mulai dari tahun 1924, Hubble mengembangkan sederet indikator jarak yang merupakan cikal bakal tangga jarak kosmis menggunakan teleskop Hooker 100-inci (2,500 mm) di Observatorium Mount Wilson. Hal ini memungkinkannya memperkirakan jarak antara galaksi-galaksi yang pergeseran merahnya telah diukur, kebanyakan oleh Slipher. Pada tahun 1929, Hubble menemukan korealsi antara jarak dan kecepatan resesi, yang sekarang dikenal sebagai hukum Hubble.[7][19] Lemaître telah menunjukan bahwa ini yang diharapkan, mengingat prinsip kosmologi.[20]
Setelah Perang Dunia II, terdapat dua model kosmologis yang memungkinkan. Satunya adalah model keadaan tetap Fred Hoyle, yang mengajukan bahwa materi-materi baru tercipta ketika alam semesta tampak mengembang. Dalam model ini, alam semesta hampirlah sama di titik waktu manapun.[24] Model lainnya adalah teori ledakan dahsyat Lemaître, yang diadvokasikan dan dikembangkan oleh George Gamow, yang kemudian memperkenalkan nukleosintesis ledakan dahsyat (Big Bang Nucleosynthesis, BBN)[25] dan yang kaitkan oleh, Ralph Alpher dan Robert Herman, sebagai radiasi latar panjang gelombang kosmis (cosmic microwave background radiation, CMB).[26] Ironisnya, justru adalah Hoyle yang mencetuskan istilah big bang untuk merujuk pada teori Lemaître dalam suatu siaran radio BBC pada bulan Maret 1949.[27][cat 1] Untuk sementara, dukungan para ilmuwan terbagi kepada dua teori ini. Pada akhirnya, bukti-bukti pengamatan memfavoritkan teori ledakan dahsyat. Penemuan dan konfirmasi radiasi latar belakang mikrogelombang kosmis pada tahun 1964[28] mengukuhkan ledakan dahsyat sebagai teori yang terbaik dalam menjelaskan asal usul dan evolusi kosmos. Kebanyakan karya kosmologi zaman sekarang berkutat pada pemahaman bagaimana galaksi terbentuk dalam konteks ledakan dahsyat, pemahaman mengenai keadaan alam semesta pada waktu-waktu terawalnya, dan merekonsiliasi pengamatan kosmis dengan teori dasar.
Berbagai kemajuan besar dalam kosmologi ledakan dahsyat telah dibuat sejak akhir tahun 1990-an, utamanya disebabkan oleh kemajuan besar dalam teknologi teleskop dan analisis data yang berasal dari satelit-satelit seperti COBE,[29] Teleskop luar angkasa Hubble dan WMAP.[30]
0 komentar:
Posting Komentar